Asbab al-Nuzul

ASBAB AL-NUZUL

Oleh Apip Sohibul Faroji

BAB I

PENDAHULUAN

 

Turunya ayat-ayat al-qur’an bukan berarti tanpa latar belakang histories meskipun tidak semua ayat, akan tetapi sebagian ayat turun karena latar belakang tertentu[1]. Seperti yang telah kita fahami merupakan suatu keniscayaan sesuatu yang terjadi atau tercipta mesti ada penyebabnya. Itu merupakan sunatullah di alam ini[2] begitu pula ayat-ayat al-qur’an yang Allah turunkan juga ada sebab-sebab turunya, dapat kita banyangkan betapa sulitnya para ulama dalam memahami dan menafsirkan ayat-ayat al-qur’an tanpa mengetahui asbab al-nuzulnya. Asbab al-nuzul merupakan pembantu ilmu tafsir dalam menetapkan ta’wil yang lebih tepat dan tafsir yang lebih benar bagi ayat-ayat al-qur’an .

Oleh karena itu mempelajari, memahami, dan mengkaji asbab al-nuzul menjadi penting. Pendapat ahli tafsir tidaklah dapat menguraikan segala kesimpulan dan tidaklah pula dapat menerangkan muthasyabihat sebagai mana tidak dapat menjelaskan yang mujmal

Juga sangatlah relevan apa yang dikatakan oleh al-wahidy yang dikutif al-Shuyuty.

لا يمكن معرفة تفسير الاية دون الوقوف على قصتها وبيان نزولها

Tidak mungkin menafsirkan ayat (al-qur’an) tanpa mengetahui kisah dan penjelasan sebab turunnya  

Epistimologi tersebut melatarbelakangi ulama klasik  (terutama mufasir bil ma’tsur ) melatakan ilmu asbab al-nuzul sebagai ilmu penting diantara ilmu-ilmu al-qur’an. Dalam perkembangan tafsir, perhatian terahadap ilmu asbab al-nuzul mengalami dinamisasi. Meskipun dikalangan umat Islam banyak yang masih mempertahankan epitimology klasik, tetapi ada yang mencoba merekontruksi bahkan mengkritisi ilmu asbab al-nuzul tersebut terutama dari pemikir kontemporer.

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Pengertian Asbab Al-Nuzul

Dilihat dari bentuknya, al-qur’an turun dalam dua katagori, kategori pertama yaitu al-qur’an turun tanpa sebab (ibtida’i) jelasnya ayat la-qur’an turun atas dasar kehendak Allah semata. Jumlah ayat pada katagori ini relative lebih banyak, hal ini sangat logis karena Allah pasti menurunkan al-qur’an kepada Rasulnya mengingat hal ini merupakan kebutuhan primer dan sebagai energi untuk kekuatan operasi dakwahnya. Katagori kedua ayat al-qur’an turun karena ada sebabnya, inilah yang popular disebut asbab al-nuzul. Lebih jelasnya kita uraikan definisi asbab a-nuzul secara loghawi dan istilahi ;

Para ahli linguistic menerangkan Asbab jama taksir dari Sabab yang artinya “tali”, sedangkan menurut Lisna al-arab diungkapkan atau diartikan saluran, yaitu segala sesuatu yang menghubungkan satu benda kebenda lainnya (ما يتوصل به الى غيره)[3]  sedangkan para ahli Dilalah mengungkapkan pemakainnya sebagai segala seuatu yang mengantarkan pada tujuan.  Sementara itu para ahli hukum Islam mendefinisikan dengan ungkapan “sesuatu jalan yang terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh apapun dalam hukum itu”.

Adapun kata Nujul bisa diartikan dalam banyak pengertian diantaranya Nuzul asal katanya dari Nazala di dalam bahasa arab berarti الهبوط من علو الى سفل   yakni meluncur dari tempat yang tinggi ketempat yang rendah, juga sangat relevan dengan ungkapan syekh Abd Al-Wahab Abd Al-Majid Ghazlan beliau mengartikan turunnya sesuatu dari tempat yang tinggi ketempat yang lebih rendah.[4] Nuzul juga bisa diartikan singgah atau tiba ditempat tertentu mengapa diartikan demikian, karena menurut analisis logis penulis, khusus dalam proses penurunannya  kata nuzul ini diartikan untuk menghilangkan kesan bahwa Allah itu membutuhkan ruang dan waktu

Dan setelah kita menyimak pengertian asbab dan nuzul secara lughawi, kita dapat membahas pengertian asbab al-nuzul secara istilahi seperti yang dikemukakan syekh Abd Al-Ashim Al-Zarqani dalam kitab Al-Irfannya.asbab al-nuzul adalah kasus atau sesuatu yang terjadi yang ada hubungannya dengan turunnya ayat-ayat al-qur’an sebagai penjelasan hukum pada saat terjadinya kasus[5] kasus yang dimaksud tentunya ketika ada permasalahan dan pertayaan yang dilontarkan oleh para sahabat kepada Rasulallah turunnya ayat al-qur’an sebagai jawabannya.

Selain itu definisi asbab al-nuzul ialah

ما نز لت الاية او الايات بسببه متضمنة له او مجبة عنه او مبينة لحكمه زمن وقوعه

Sesuatu yang dengan sebabnyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu atau memberi jawaban tentang sebab itu yang menerangkan hukum nya. Pada terjadinya peristiwa itu .

Menurut ash-Shabuni,asbab al-nuzul, adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut, baik berupa pertayaan yang diajukan kepada nabi atau kejadian yang berkaitan dengan urusan agama. .

Shubhi shalih mendefinisikan asbad al-nuzul adalah sesuatu yang menjadi sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-qur’an yang  terkadang menyiratkan suatu peristiwa, sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi[6].

Jumlah ayat pada kategori ini relative sedikit[7]. Hal ini juga sangat logis mengingat kasus dan pertayaan yang muncul waktu itu volumenya relative kecil. Dan dapat dimaklumi ummat nabi Muhammad tidak rewel seperti hal nya Bani Israil.

2.2 Jenis-Jenis Asbab Al-Nuzul

Berdasarkan rumusan diatas bahwa sebab-sebab nuzul adakalanya berbetuk peristiwa dan adakalanya berbentuk pertayaan. Suatu ayat atau beberapa ayat dinuzulkan untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu atau memberi jawaban terhadap pertayaan tertentu. Atau memberi jawaban terhadap pertayaan tertentu [8].

Contoh-contoh

  1. Asbab nujul ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga macam.

Pertama; contoh Peristiwa berupa pertengkaran yang berkecamuk antara dua federasi, seperti; Aus dan Khazraj. Perselisan ini timbul dari intrik-intrik yang ditiupkan oleh orang-orang Yahudi sehingga mereka berteriak senjata. Peristiwa tersebut menyebabkan dinuzulkannya surat al-imran ayat 100 sampai beberapa ayat sesudahnya.

يا يها الذ ين امنواان تطيعوا فريقا من الذ ين او تواالكتب يردو كم بعد ايما نكم كا فرين

‘hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang  yang diberi al-kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kamu menjadi orang kafir  sesudah kamu beriman.

Kedua, contoh Peristiwa sebuah kesalahan serius, seperti seorang yang mengimami salat dalam sedang dalam keadaan mabuk sehingga salah dalam membaca surat al-kafirun.

Peristiwa ini menyebabkan diturunkannya surat al–Nisa ayat 43

يا يها الذ ين امنوا لا تقربو االصلوة وانتم سكرى حتى تغلموا ما تقولون….

artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati sholat dalam keadaan mabuk sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapakan…..”           

Ketiga,contoh berupa cita-cita dan keinginan, seperti relevansi ‘Umar bin al-khatahab dengan ketentuan ayat-ayat al-qur’an. Dalam sejarah, ada beberapa harapan ‘Umar yang dikemukakannya kepada Nabi saw. Kemudian nuzul ayat yang kandungannya sesuai dengan harapan-harapan ‘Umar tersebut .Misalnya, al-Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Annas bahwa ‘Umar berkata: “Aku sepakat dengan Tuhanku dalam tiga hal. Aku katakan kepada Rasul bagaimana sekiranya kita jadikan makam ibrahim sebagai tempat shalat.”maka diturunkan surat al-baqarah ayat 125; (‘…jadikanlah sebaagian dari makam ibrahim tempat shalat…..”); dan aku katakan kepada Rasul, sesungguhnya istri-istrimu masuk kepada mereka itu orang yang baik-baik dan orang yang jahat, maka sekiranya engkau perintahkan mereka agar segera bertabir, maka nuzullah surat al-Ahzab ayat 53″واذا سا لتمو هن متا عا ا فا سئلو هن من وراء حجب  (“…..jika kamu meminta keperluan kepada mereka  (istri-istri nabi), maka mintalah dari balik tabir….”); dan istri-istri Nabi mengeremuninya pada kecemburuan. Aku katakan kepada mereka: عسى ربه ان طقنكن ان يبد له ازواجا خيرا منكن  ( keadanya dengan istri-itri yang lebih baik dari kamu ), maka nuzullah ayat serupa dengan itu dalam surat al-Tahrim ayat 5 (.عسى ربه ……).

  1. Adapaun sebab-sebab dinuzulkan al-qur’an dalam bentuk pertayaan dapat dikelompokan kepada tiga macam pula.

Pertama, contoh pertayaan yang berhubungan dengan sesuatu dimasa lampau, seperti pertayaan tentang kisah Dzal-Qurnain

Kedua, contoh pertayaan tentang sesuatu yang berlangsumg pada waktu itu, seperti pertayaan tentang ruh.

Ketiga, contoh pertayaan tentang sesuatu yang berhubungan dengan masa yang akan datang, seperti pertayaan masalah kiamat.

Lebih jauh lagi mengenai penjelasan asbab al-nuzul, menurut Moh. Thohir, asbab al-nuzul terbagi kedalam lima macam, diantarnya;

Pertama, Asbab al-nuzul yang menafsirkan kemubhaman al-qur’an, maksudnya, yang dikehendaki oleh ayat-ayat tersebut tidak dipahami kecuali jika diteliti dan diselidiki melalui seba al-nuzulnya

Contoh ayat, Allah berfirman dalam surat al-baqarah ayat 158:

ان ا الصفا والمروة من شعائرالله فمن حج البيت اواعتمر فلا جناح عليه ان يتطوف بهما ومن تطوع خيرا فان الله شاكر عليم

“Sesungguhnya shafa dan marwa adalah sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji kebaitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’I antara keduanya. Dan barang siapa mengerjakan suatu kewajiban dengan kerelaaan hati, maha sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri  kebaikan lagi Maha Mengetahui (Q.S. Al-Baqarah [2] :158)

Menurut pemahaman Urwa Ibn Zubair lafal ayat ini secara tekstual tidak menunujukan bahwa sa’I itu wajib, waka ketiadaan dosa untuk mngerjakan  itu menunjukan “kebolehan” dan bukannya “wajib” tetapi Aisyah telah meolak pemahaman tersebut, dengan argumentasi; seandainya maksud ayat tersebut adalah menunjukan “tidak wajib” maka redaksinya akan berbunyi; “tidak ada dosa bagi orang yang tidak melalukan sa’I”. menurut Aisyah ayat tersebut dinuzulkan karena para sahabat merasa keberatan ber-sa’I antara Shafa dan Marwa disebabkan perbuatan tersebut meniru orang-orang jahiliyah yang biasa mengusap berhala “Isaf” yang ada di Safa dan berhala “Na’ilah” yang ada di Marwa, maka turunlah ayat tersebut[9].

Kedua, asbab al-nuzul yang menerangkan ayat-ayat Mujmal dan mencegah terjadinya penta’wilan ayat-ayat Mutasyabihat.

Contoh surat al-Maidah ayat 44:

……ومن لم يحكم بماانزل الله فاءلئك هم الظلمون

…….Barang siapa yang tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim.

Jika ada yang menganggap “man” dalam ayat ini menunjukan Syartiyah, maka akan timbul problem “apa seseorang berbuat dosa dalam hukum akan membuat seseoarang menjadi kafir ? akan tetapi jika orang tersebut mengetahui sebab turunya ayat tersebut berkenaan dengan orang-orang Nasrani, maka dia akan tahu bahwa yang dimaksud dalam ayat itu bukanlah Syartiyah melainkan Maushuliyah. Oleh karena itu tidak mengherankan kalaulah orang-orang nasrani dikatakan telah kufur sebab mereka tidak mau berhukum kepada injil yang telah menyuruh mereka beriman kepada Muhammad SAW 

Ketiga, asbab al-nuzul yang menjelaskan tentang beberapa kejadian, sementara didalam al-qur’an sendiri terdapat ayat-ayat yang sesuai deng amaknanya, sehingga menimbulkan keraguan, ” apakah kejadian-kejadian tersebut adalah yang dimaksud oleh ayat, atau termasuk dalam makna ayat

Contah surat al-Baqarah ayat 223:

نساؤكم حرث لكم فاتوا حرثكم انى شئتم……..

Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu menghendaki 

Dalam soal menggauli istri dari arah dhubur (belakang). Sementara Jabir Abdillah mengatakan bahwa ayat tersebut berkenaan dengan orang yahudi yang berkata “orang yang menggauli istrinya dari arah dhubur akan melahirkan anak yang cacat, oleh karena itu Allah menurunkan ayat tersebut.

Keempa, asbab al-nuzul yang menjelaskan tentang disyari’atkannya hukum-hukum yang berkenaan dengan beberapa kasus kejadian

Contoh dalam surat al-Baqarah ayat 22

ولا تنكحوا المشركت حتى يؤمن ولامة مؤمنة خير من مشركة ولو اعجبتكم ولا تنكحوا المشركين حتى يؤمنوا ولعبد مؤمن خير من مشرك ولو اعجبكم اولئك يدعون الى النار والله يدعوا الى الجنة زالمغفرة باذنه ويبين ءايته للناس يتذكرون

Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-oraang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik , walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak keneraka sedang Allah mengajak kesurga dan apapun dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat–Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran

Ayat diatas dinuzulkan sehubungan dengan adanya peristiwa ketika nabi mengutus Murtsid al-Ganawi ke Mekah yang bertugas mengeluarkan orang-orang Islam yang lemah, ia dirayu oleh seorang wanita musyrik yang cantik lagi kaya, tapi ia menolak karena takut kepada Allah, maka setelah pulang keMadinah dia bercerita kepada Rasullulah dan turunlah ayat tersebut diatas.

Kelima, asbab al-nuzul yang menjelaskan tentang hukum suatu kejadian dengan pelaku tertentu serta melarang yang lain melakukan hal yang serupa .

Contoh kisah al-Asy’ats Ibn Qais bahwa ayat al-qur’an surat la-Imron 77 yang berbunyi :

انالذين  يشترون بعهد الله وايمنهم ثمنا قليلا …….

Sesungguhnya diantara orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit…

Ayat diatas diturunkan berkenaan denganya, sedang Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa ayat tersebut berlaku umum, dengan alas an ketika dia sedang menyampaikan hadits Nabi yang mengatakan: “orang yang melakukan sumpah dengan sumpah palsu agar dapat memperoleh harta seorang muslim, maka kelak akan bertemu dengan Allah dalam keadaan dimurkai oleh-Nya”. Allah menurunkan ayat tersebut untuk membenarkannya.

 

2.3 Faedah Mengetahui Asbab Al Nuzul

Dalam hal ini al–Wahidi al-Naisaburi (w.472H) mengatakan bahwa tidak mungkin dapat mengetahui tafsir suatu ayat, tanpa berpegang atau berandar pada kisahnya dan keterangan nuzulnya.[10] Pendapat yang sama dikemukakan oleh pendapat Ibn Taimiyyah bahwa mengetahui sebab, nuzul ayat dapat menolong memahami ayat, karena mengerti sebabnya, berarti akan memberi peluang untuk mengetahui apa yang ditimbulkan dari sebab itu. demikian halnya dengan pendapat Ibn Daqiq bahwa sebab nuzul suatu ayat merupakan jalan yang kuat dalam memahami maksud al-qur’an.

Mengetahui Asbab al-Nuzul adalah sangat urgen dalam mngetahui dan memahami maksud suatu aya[11]t, hikmah yang terkandung dalam penetepan suatu hukum sebagai mana kata pepatah “mengetahui sebab akan memberikan tentang musabab”. Adalah tidak diragukan, bahwa bentuk suatu ayat dan cara pengungkapannya, dalam skala besar, sangat terpengaruh oleh sebab turunya. Istifham (kalimat Tanya), umpamanya, adalah sekedar suatu kalimat. Namun ia bisa mepunyai pengertian yang lain, seperti taqrir (penegasan), nafyi, dan pengertian-pengetian lainnya. Maksud dari pengertian tersebut tidak bisa difahami kecuali melalui factor ekstern dan korelasi-korelasi dari kondisi yang ada.

Mencermati pendapat diatas, dapat dipastikan bahwa pengetahuan tentang Asba al-Nuzul sangat besar faedahnya, diantaranya:

§               Mengetahui hikmah Allah secara yakin mengenai semua masalah yang disyariatkan melalui wahyu atau ayat-ayat yang dinuzulkan nya, baik bagi orang yang sudah beriman. Misalnya, kasus Urwah Ibn al–Zubair yang keliru memehami pengertian ayat 158 dari surat al-baqarah.[12]  kekeliruan terletak pada pemahamannya mengenai pernyataan tidak ada dosa baginya .menurut pemahaman Urwah haji  tanpa sa’i antara Safa dan Marwah tidak apa-apa. ia termemori oleh pengaulaman pada zaman jahiliyyah. Bahwa orang-orang dizaman jahiliyah beribadah pada berhala yang bernama Isaf yang ada di Shafa dan patung Na’ilah yang ada di Marwah. Untungnya Urwah ragu, ketika ia menyaksikan orang-orang muslim melakukan sa’i diantara bukit itu. Akhirnya, ia menghampiri A’isyah untuk mengetahui persoalan itu. ‘Aisyah memberitahu bahwa ayat tersebut dinuzulkan sehubungan dengan adanya orang Anshar, yang belum masuk Islam, mereka selalu mondar mandir diantara Shafa dan Marwah untuk menyembah berhala. Setelah masuk Islam mereka bertanya kepada nabi mengenai sa’i. maka Allah menuzulkan ayat diatas yang menyatakan bahwa sai itu tidak ber dosa.[13]

§               Membantu memahami kandungan al-qur’an, sekaligus menghilangkan keragu-raguan dalam memahaminya, disebabkan adanya kata yang menunjukkan pembatas (hashr).

§               Dapat mengkhususkan hukum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti diperhatikan adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafahz

§               Dapat mengetahui bahwa sebab nuzul ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam ayat tersebut kendati datang yang mengkhususkannya.

§               Membantu mempermudah penghafalan dalam pemahaman

 

2.4 Keumuman Lafazh dan Kekhususan Sabab

Dalam memahami teks al-qur’an, ada hal menarik yang sampai sekarang orang tidak pernah melupakannya, kususnya orang-orang yang menggeluti masalah hukum Islam. Sebagian  berpendapat bahwa pemahaman terhadap al-qur’an harus disesuaikan dengan kontek saat dinuzulkan ayat. Sebagian lain berpendapat bahwa pemahaman itu harus didasarkan atas keumuman lafazh ayat, bukan didasarkan atas kekhususan sebabab nuzulnya. Dua pemahaman ini melahirkan dua kaidah yakni العبرة بخصوص السبب لابعموم اللفظ dan العبرة بعموم اللفظ لا بحصوص السبب

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan ada dua hal yang di bicarakan, yaitu ke umuman lafazh bukan kekhususan sebab, dan sebaliknya, kekhususan lafazh bukan kemumuman lafazh[14]. Kekhususan dan kemuman lafazh sebab maksudnya jawaban lebih umum dari sebab, dan sebab lebih khsusus dari jawaban, jawaban yang diaksud disini adalah ayat-ayat al-qur’an yang dijadikan jawaban atas pertayaan atau peristiwa yang dihadapi nabi pada masa dinuzulkan al-qur’an

Dalam hal ini, jika terjadi persesuaian antara ayat yang turun dalam hal keumumannya, atau terjadi persesuaian antara keduanya, maka yang umum harus diposisikan menurut keumumannya dan yang khusus menurut kekhususannya. Untuk contoh hal pertama dapat dilihat QS. Al-Baqarah ayat 222.[15] Ayat ini sebagai diriwayatkan dari Annas dinuzulkan sehubungan sahabat mempertanyakan keadaan orang-orang Yahudi ketika istri-istri mereka haid, mereka menjauhkan perempuan itu dari rumahnya, mereka tidak mau makan dan minum bersamanya, termasuk tidak mempergaulinya dirumah. Ketika Nabi ditanya masalah ini, maka turunlah ayat diatas. Maka Nabi pun bersabda: “pergaulilah mereka (perempuan-perempuan) olehmu mereka dirumah dan perbuatlah apa saja, kecuali nikah (jimak)”.

Untuk contoh hal kedua bisa diambil ayat al-Layl ayat 17-21 :[16] ayat ini diuzulkan pada Abu Bakr. Sebagai dikatakan al-Wahidiy, al-atqa menurut pendapat semau ahli tafsir adalah Abu Bakr. Dari Urwah bahwa Abu Bakr memerdekakan tujuh orang budak yang disiksa dalam agama Allah Bilal, Amir Ibn Fuhairah, al-Nahdiyah dan putrinya,  Ibunya dan seorang budak dari al-Mauil. turunlah kepadanya ayat tersebut. kata alatqa dimaksudkan Abu Bakr karena lafazhnya disertai artikel tanda dimaklumi (alahdiyah), yang berarti kata tersebut bagi person yang ayat tersebut dinuzulkan kepadanya. Dengan demikkian, lafazh yang umum mencangkup semua orang sebab turunya dalam ketetapan hukumnya; demikian sebaliknya bagi lafazh yang khusus. Ini telah menjadi kesepakatan ulama.

Lain halnya dengan ayat yang diturunkannya bersifat umum, sedangkan sebabnya bersifat khusus. Para ulama berbeda pendapat,  apakah yang dijadikan patokan itu keumuman lafazhnya atau kekhususan sebabnya. Manyoritas ulama bersandar pada kaidah :”yang harus diperhatikan keumuman lafazh bakan kekhususan sebab.” Sedang ulama minoritas berpegang pada kaidah :”yang harus dperhatikan, kekhususan sebab, bukan keumuman lafazh.”

Menurut kaidah pertama, hukum yang dibawa suatu lafazh umum akan mencangkup semua person lafazh tersebut, baik itu semua person sebab itu sendiri maupun sebab itu diluarnya. Misalnya Hilal bin Umayah menuduh istrinya berjina, sehingga turun ayat (والذ ين يرمون ازاوجهم…..  ). Kenadati disini sebabnya khusus, yakni tuduhan berjina oleh Hilal terhadap istrinya, namun lafazh nya turun dengan lafazh umum, karena menggunakan isim maushul (الذ ين ). Ayat ini menjelaskan hubungan tuduhan berjina tanpa perkecualian. Oleh karena itu, hukum ini mencangkup semua orang yang menuduh istrinya berzina tanpa mengahadirkan saksi, tidak terbatas pada Hilal tidak diperlukan qiyas (analogi)   

Berbeda dengan pendapat manyoritas, menurut ulama minoritas, lafazh ayat terbatas pada peristiwa, yang karena lafazh itu dinuzulkan. Jadi untuk mengetahui hukum terhadap terhadap peristiwa itu diperlukan analogi (qiyas), bukan dari Nash itu sendiri, jika memenuhi syarat-syaratnya atau dari hadist nabi : “hukumku atas seseorang berarti hukumku atas orang banyak.” Dengan demikian, hukum menuduh berzina hanya berlaku khusus pada peristiwa Hilal dan istrinya. Sedangkan kasus lain yang serupa dengan perihalnya hanya diketahui dengan analogi (qiyas).

 

2.5 Asbab al-Nuzul dan problematikanya

Asbab al-nuzul  merupakan peristiwa yang terjadi pada masa nabi. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain untuk mengetahuinya selain mengadopsi sumber dari orang-orang yang menyaksikan peristiwa tersebut[17].

Para ulama menempatkan studi-studi menyangkut hadits Nabi sebagai suatu studi kesejarahan yang paling selektif dibanding studi sejarah manapun. Oleh karena itu, kendati upaya penspesialisasian studi asbab al-nuzul baru dimulai dua ratus tahun setelah Nabi wafat, tetapi nilai akurasinya bisa dipertanggungjawabakan. Secara turun-temurun dari generasi-kegenerasi lainya, riwayat-riwayat menyangkut al-qu’an, mulai dari Asba al-Nuzul, penafsiran dan hal-hal lain yang selalu dipelajari secara sungguh-sungguh, kemudian dihafal dan dipelihara otentitasnya melalui hafalan maupun tulisan.akhirnya, pada tahun 200 H, timbul gagasan dari Ali Ibn al-Madiniy untuk membukukan asbab al-nuzul dalam karyanya yang berjudul  Asbab al-Nuzul.

Usaha al-Madiniy kemudian diikuti oleh Abu al-Mutharif ‘abd al–Rahman Ibn Muhammad al-Qurthubiah dengan karyanya al-Qishash wa al–asalib al-laity nazala min Ajliha Al-qur’an. Tokoh berikutnya adalah Abu Hasan Ali Ibn Ahmad yang menulis asbab al-nuzul[18], Abu Al-Faraj Al Jawziy yang menulis al I’jab fi Bayan al-Asbab,, di abad ke 6 hijriah selanjutnya di abad ke-9. muncul al-Suyutiy dengan karyanya Lubab al-Nuqul fi Asbab al-Nuzul.

Ada bebeapa yang sering muncul ketika membahas asbab al-nuzul, seperti terdapat beberapa riwayat yang berbeda sementara asbab al-nuzulnya hanya satu, atau perbedaan antara turunnya ayat dengan riwayat asbab al-nuzul; ayat turun dimekah sedang asbab al-nuzul di Madinah, dan atau sebaliknya, bahkan tidak jarang terjadi rentang waktu yang begitu panjang antara turunnya ayat dengan peristiwa yang terjadi, sehingga secara histories hal tersebut sangat tidak logis dan masuk akal.

Mengahdapi hal semacam ini, para ulama telah menempuh beberapa metode sesuai dengan problem yang dihadapi dalam kasus beberapa riwayat dengan satu sebab, misalnya metode yang digunakan adalah dengan cara Mentarjih salah satu riwayat. Pentarjihan dilakukan dengan cara memperhatikan riwayat yang lebih shahih atau dengan memperhatikan segi yang memperkuat salah satu nya, seperti; apakah perawi riwayat tesebut melihat langsung peristiwa yang terjadi atau hanya mendengar dari Nabi saja.

Ketika pentarjihan tidak mungkin dilakukan, karena masing-masing riwayat tersebut kuat, maka ditempuh cara yang kedua yaitu dengan metode al-jam’u wa al-taufiq(dipadukan atau dikompromikan), dan paermasalahannya dipandang bahwa ayat tersebut turun bersamaan dengan dua peristiwa, dengan catatan waktu terjadinya berdekatan.

Jika kedua metode tersebut tidak bisa ditempuh, karena rentang waktu yang berjauhan antara sebab-sebab turunnya ayat, maka dalam hal ini masalahnya di pandang bahwa ayat tersebut diturunkan berulang-ulang. al-Zarkasyi mengatakan; terkadang suatu ayat turun dua kali sebagai penghormatan kepada kebesaran dan peringatan akan peristiwa yang menyebabkan, khawatir terlupakan, sebagaimana terjadi pada surat al-fatihah dan al-iklas yang turun dua kali, di Mekah dan Madinah

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III KESIMPULAN

 

 

Ayat-ayat al qur’an yang turun ke dmuka bumi ini terdiri daei dua kategaori, pertama, ayat al- qur’an di dahului oleh sebab, kedua , tidak didahului sebab, dikalangan para ulama penomena ini menjadi perdebatan yang berimbas terhadap tentang ilmu asab al- nujul itu sendiri, ada yang berpendapat bahwa mempelajari ilmu asbab al-nuzul hanya sia-sia saja, tapi menurut sebagian ulama lainnya memperlajari ilmu asbab al-nuzul ssesuatu yantg penting dalam memehami ayat al-qur’an karena dapat membantu dalam hal penafsiran.

Berkenaan denga asbab al-nuzul ayat ada bebarapa jenis asbab al nuzul; suatu ayat diturunkan berkanaan ada pertaanya dari sahabat nabi atau dai kaum kafir, ayat al-quran ditunkan untuk menjelaskan berbagai kejadian dan mengenai sebuah peristiwa yang terjadi pada sahabat atau orang kafir.

Mempelajari asbab al-nuzul sangat bermanfaat sekali bagi para mufasir untuk membantu memahami kandungan al-qur’an supaya tidak terjadi kekliruan dalam menafsirkan suatu ayat, apabila terjadi kekeliruan dalam menafsirkan ayat akan menyesatkan umat islam sedunia, hal inilah yang bahaya dan harus waspada bagi para penafsir.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

Abu Jaid Hamid, Nasr.2001. Tekstulitas Al Qur’an, LKIS. Jogjakarta. Trj.

Al-Shidiqi ,Tengku Muhammad Hasbi .2002.  Ilmu Al-Qur’an ; Ilmu-Ilmu Pokok Dalam Penafsiran Al-Qur’an .Pustaka Rizki. semarang .

al-suyuty ,Jalaludin.1986.  Asbab Wurud Al-Hadits, terj. Pustaka. Bandung

Anwar, rosidah. 2005. Ilmu Tafsir. Pustaka Setia. Bandung

Anwar ,Rasihun. 2000.Ulumul Qur’an. Cet I. Pustaka Setia . Bandung

Marzuki ,Kamaludin.1992  Ulum Al-Qur’an ,Remaja Rosda Karya. Bandung

Muhammad, Afif. 2002. Ulumul Qur’an; Pengenalan Metodologi Tafsir. Pustaka

Quraisy Shihab,. 2007. membumikan la-qur’an Mizan Bandung

Rasid Ridho, Muhammad. 1967. Tafsir Al-Mannar, Dar Al Munawar. Mesir. Terj. Jaosep CD. Pustakajaya. Jakarta.

Supiana, Karman M,  2002. Ulumul Qur’an Dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Pustaka Islamika. Bandung

Sibawaihi. 2007. Hermenetika Al-Qur’an Fazhur Rahman, Jalasutra. Jogjakarta.

Suryadilaga, Alfatih. 2005. Metodologi Ilmu Tafsir. Teras. Jogjakarta. Islamika. Bandung

Syafi’I, Rahmat.2006. Pengantar ilmu tafsir. Pustaka Setia. Bandung

 

 

 


[1]  Quraisy shihab, membumikan la-qur’an (mizan bandung 2007)  cetakan xxxi hlm. 88

[2]  Tengku Muhammad hasbi al-shidiqi, Ilmu Al-Qur’an ; Ilmu-Ilmu Pokok Dalam Penafsiran Al-Qur’an .(pustaka rizki , semarang . 2002) hlm.13.

[3]  Jalaludin al-Suyuty Asbab Wurud Al-Hadits, terj. Pustka Bandung 1986. hlm . 5

[4]  Kamaludin Marzuki; Ulum Al-Qur’an , (Remaja Rosda Karya. Bandung 1992 ) hlm. 45

 

[6]  Rasihun Anwar. 2000.Ulumul Qur’an. Cet I. (Pustaka Setia . Bandung ) hal .60-61

[7] Syafi’I, Rahmat.2006. Pengantar ilmu tafsir. Pustaka Setia. Bandung . hlm.

 

[8]  Rasid Ridho, Muhammad. 1967. Tafsir Al-Mannar, Dar Al Munawar. Mesir. Terj. Jaosep CD. Pustakajaya. Jakarta. hlm.54

 

[10]  lihat, al-Suthiy , Luban al-Naqul .op. cit., hlm.3. ‘Ali al-Shabuniy, al-t ibyan fi Ulum  alquran (Beirut: Alam al-Kutub ,t.t.), hlm 21

[11]  Suryadilaga, Alfatih. 2005. Metodologi Ilmu Tafsir. Teras. Jogjakarta.

 

[12]   ان الصفا والمروة من شعا ئرالله فمن حج البيت اوعتمر فلا جناح عليه ان يطوف بهما ومن تطوع خيرا فان الله شاكر عليم

Sessungguhnya safa dan marwah merupakan sebagian dari syiar Allah. Maka barangasiapa yang beribadah haji kebait Allh, maka tidak ada dosa baginya mnegerjakansa’I diantara keduanya. Dan barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaaan hati, maka sesungguhnya Allah maha mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui”

.

[14]  Muhammad, Afif. 2002. Ulumul Qur’an; Pengenalan Metodologi Tafsir. Pustaka. Hlm. 89

[15]  Ayatnyaيسئل نك فى المحيض قل هو اذى ف تزلواالنساء فى المحض و لا تقربو هن من جيث امر كم الله …:  

  “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “haid itu kotoran . oleh karena itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid, hingga mereka itu suci. Jika mereka telah suci, maka campuri mereka ditempat yang di perintahkan Allah swt kepadamu…”(tafsir depag)

 

[16] , Ayatnya: وسيجنبهاالاتقى. الذي يؤثى ماله يتزكى. وما لاحد غنده من نعمتن تجزى الا ابتغاء وجه رب

 الاعلى ولسوف ” dan kelak akan dijuahkan orang yang paling taqwa dari neraka itu, yang menafkahkan hartanya dijalan allh untuk membersihlknnya, padahall tidakseoranpun memberika nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, kecuali hanya mencari keridoan Allah yang Maha Tinggi. Dan kelak dia akan memdapat kepuasan.” (tafsir depag )

[17]  Abu Jaid Hamid, Nasr.2001. Tekstulitas Al Qur’an, LKIS. Jogjakarta. Trj. Hlm. 123

 

[18] Sibawaihi. 2007. Hermenetika Al-Qur’an Fazhur Rahman, Jalasutra. Jogjakarta. hlm..112